Di suatu padang rumput, terdengar bunyi seruling meliuk-liuk, kadang gembira, kadang menyayat-nyayat. Peniupnya adalah seorang pemuda kekar berkepala botak, sambil membayangkan dirinya bagaikan bintang film India yang gagah, bercambang dan berkumis. Tak jauh dari situ duduklah seorang pemuda berkulit belang di sekujur tubuhnya. Bersandar di bawah pohon sambil melamun dirinya tampan,bertelanjang dada dengan kulit yang bersinar. Sementara itu orang yang buta matanya berdiri mondar mandir disekitar situ, dengan membawa tongkat kesayangannya.
Mereka adalah tiga sahabat yang diberi cobaan oleh Allah dalam hidupnya, si Botak, si Belang, dan si Buta, menjadi julukan meraka. Banyak orang yang mencibir bahkan membuang muka bila berpapasan dengan mereka. Anak anak kecil yang nakal sering mengolok-ngolok bahkan melempari batu kepada mereka. Masyarakat disitu memang tidak ambil peduli dengan perlakuan anak nakal itu, karena mereka mengganggap ketiga pemuda itu memang pantas diperlakukan seperti itu.
Namun Allah tetap sayang pada mereka. Buktinya mereka tetap bertahan hidup, tetap mendapat makanan walaupun tidak memadai. Bahkan Allah senang melihat mereka, dalam keadaan kurang beruntung, mereka tetap mempertahankan keimanannya. Hingga suatu ketika Allah hendak menguji keimanan mereka.
Diutuslah seorang malaikat yang berubah wujud menjadi seorang laki-laki yang tampan, mendatangi rumah si Belang. Sungguh terkejut si Belang, ia terpesona melihat tamunya itu. Si Belang mempersilahkan tamunya masuk. Di dalam, mereka berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang, tamu itu menyampaikan terima kasih dan bertanya pada si Belang, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Belang spontan menjawab, aku ingin wajah dan kulit cemerlang seperti tuan, sehingga orang-orang tidak lagi jijik lagi melihatku”. Lalu tamu itu mengusap tubuh si Belang. Keajaiban pun terjadi, kulit si Belang berlahan-lahan berubah menjadi bersih cemerlang, kulitnya yang kisutpun mengencang.
Ia mencubiti badanya seolah tidak percaya dengan yang terjadi pada dirinya,”Betul! Betul! Tidak mimpi!”.
Lau apa lagi yang kau inginkan dalam hidup ini ?” tanya tamu itu lagi.
“Oh eh... mmm..aku ingin memiliki onta,” jawab si Belang dengan malu-malu.
Tamu itu lalu menepuk bahu si Belang,”Pergilah ke belakang rumahmu”. Disana telah menunggu seekor onta yang bisa kau ternakkan. Semoga Allah memberi Barokah padamu dan ontamu.
“Si Belang berlari menuju kebelakang rumahnya. Dilihatnya seekor onta yang gemuk. “Unta gemuk!...Oh perutnya, perutnya bunting. Terima kasih tuan!” dicarinya tamu itu, tapi sudah tidak ada, sebab tamu penjelmaan malaikat itu sudah menuju rumah si Botak.
Sesampainya disana, si Botak mempersilahkan masuk. Mereka pun berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang tamu itu bertanya pada si Botak, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Botak menjawab, “Andai kepalaku ini ditumbuhi rambut, betapa senangnya aku. “Lalu tamu itu mengusap kepala si Botak. Perlahan-lahan kepalanya ditumbuhi rambut helai demi helai hingga semakin lama semakin lebat. Si Botak terkesima,”Ajaib!Hebat!” ditarik-tarik rambutnya Hehehe...aku harus beli sisir nih...hihihi”
Sebelum pergi tamu itu kembali bertanya, ”Apalagi yang kau inginkan dalam hidup ini?”
Si Botak menjawab,”Aku ingin....seekor sapi yang dapat aku ternakan”
“Sekarang dengarlah apa yang berbunyi dibelakang rumahmu! Semoga Allah memberi barokah padamu dan sapimu”
Si Botak langsung menghambur kebelakang,”Horee... aku punya sapi! Horeee...sekarang aku kayaaa...” ia tidak mempedulikan tamunya yang diam-diam sudah pergi menuju rumah si Buta.
Apa yang terjadi dirumah si Buta hampir sama dengan kejadian dirumah kedua sahabatnya terdahulu. Hanya saja ketika tamu itu bertanya tentang keinginan, si Buta menjawabnya, “Aku ingin sekali Allah mengembalikan kedua mataku, sehingga aku dapat melihat indahnya pemandangan di dunia ini.”
Sang tamu mengusap mata si buta, perlahan-lahan penglihatan si Buta melihat remang-remang, makin lama makin jernih,”Sungguhkan yang terjadi ini? Mimpikah saya?”
“Allah telah mengabulkan keinginanmu. Sekarang apalagi yang kau inginkan?”
“Yang kuinginkan? Bisa melihat saja bagiku sudah merupakan suatu pemberian yang tada taranya. Tapi baiklah aku hanya ingin berternak kambing,”
“Lihatlah kebelakang rumahmu, Allah telah memberikan apa yang kau inginkan. Semoga Allah memberi barokah padamu dan kambingmu.”Lalu tamu itu menghilang begitu saja.
BABAK BARU TELAH DIMULAI.
Kehidupan si Belang, si Buta, si Botak makin membaik. Usaha mereka maju pesat. Jumlah ternak yang mereka miliki kian bertambah hingga ribuan jumlahnya. Kini mereka sudah menjadi orang terpandang. Bertahun-tahun mereka menikmati kebahagiaan. Allah pun senang melihat mereka. Kini tibalah ujian berikutnya. Allah ingin menguji seberapa tinggi keikhlasan, kejujuran, keluhuran budi dan keimanan mereka. Allah kembali mengutus malaikatnya yang mendatangi ketiga bersahabat tersebut.
Malaikat itu berubah menjadi orang tua lusuh, berkulit belang, lalu mengetuk pintu rumah si belang. Setelah pintu dibuka, orang tua renta itu memohon, “Wahai tuan yang baik. Saya lapar, sudilah kiranya tuan memberi makanan dan uang untuk meneruskan perjalanan saya ...”
Si Belang menjawab dengan kasar, “Apa? Minta makanan dan Uang? Enak saja! Aku tidak akan memberikan hartaku pada sembarang orang, apalagi orang tua belang sepertimu! Kebutuhanku masih banyak,tahu!”
“Tuan. Bukankah dulu tuan miskin dan berpenyakit seperti saya? Masih ingatkah, bahwa Allah telah menolong tuan dan memberikan rizqi hingga tuan menjadi sekarang ini?”
“Betul dulu aku memang sakit seperti kamu pak tua, tapi sekarang aku sudah sembuh dan menjadi orang terhormat. Dan semua kekayaan berasal dari warisan yang kuperoleh dari nenek moyangku. Sekarang pergilah jauh-jauh. Melihat tampangmu hanya membuat aku teringat masa lalu. Aku tak suka!”
“Baiklah, kalau memang tuan berkata dusta kepada saya bahwa semua kekayaan yang di berikan kepada tuan bukan dari Allah, maka tuan akan kembali seperti semula!”
Malaikat pergi meninggalkan si Belang menuju rumah si Botak. Ia berubah wujud menjadi orang tua lusuh berkepala botak. Lalu ia merintih-rintih di depan pintu pagar rumah si Botak. “Tuan, saya lapar sekali, kepala saya pusing. Kasihinilah saya”
“Hei, kepalamu pusing bukan karena belum makan, tapi karena tak berambut. Aku tidak punya makanan untuk orang sepertimu! Masih banyak kebutuhan yang belum aku penuhi!”
“Tuan. Kata orang, dulu anda tak berambut dan miskin seperti saya, mengapa Tuan lupa akan nikmat yang telah dianugrahkan oleh Allah?”
“Hahaha... betul! Dulu aku memang botak. Aku bisa sembuh seperti sekarang karena rajin mengolesi kepalaku dengan berbagai ramuan obat, dan aku bisa kaya karena aku seorang pewaris tunggal keluargaku!”
“Baiklah. Kalau memang tuan tidak menyakini kebesaran Allah, maka Tuan akan kembali seperti semula!”
“Sungguh kasihan kau orang tua. Kalau kau anggap kesembuhan dan kekayaanku ini dari Allah. Mengapa kau tidak minta saja dari Allah?Nyatanya, kau tetap miskin dan Botak sampai tua!”
Pengemis botak itu lalu pergi dan berubah wujud menjadi orang tua yang buta. Sesampainya disana, ”Wahai Tuan. Bolehkah saya menumpang istirahat sebentar? Saya lelah sekali. Tongkat saya menyentuh pagar rumah anda saya pikir di dekatnya tentu ada rumah.”
“Ah tentu saja pak. Mari! Mari! Kubimbing anda menuju ruang tamu.” Si buta mendudukkan Tamu itu di sofa, lalu melanjutkan pembicaraannya.”Pak, tahukah bapak bahwa akupun dulu buta seperti bapak. Namun Allah telah memberi karunia kepadaku. Aku bisa melihat, rupaku tampan, kekayaanku melimpah, keluargaku hidup sejahtera. Itu berkat doa seseorang yang tak aku kenal yang pernah mengunjungiku . Aku dulu tidak punya apa apa. Setiap melihat nasib dan kekayaanku, aku selalu ingat bahwa semua itu adalah pemberian Allah. Aku lebih senang bila aku dapat membagikan sebagian kebahagiaanku pada orang yang kurang beruntung seperti bapak.”
“Dengarlah wahai Tuan yang baik hati. Bahwa orang yang dulu mengunjungi mendoakan Tuan adalah saya. Saya adalah Malaikat utusan Allah. Berbahagialah engkau! Kau telah lulus ujian dari Allah. Hanya yang berperasaan halus dan berbudi sesamanya yang dapat merasakan kehadiran Allah dikehidupannya. Tidak seperti kedua sahabatmu yang mengingkari kenikmatan dan kesenangan yang telah diberikan Allah. Mereka menjadi kikir dan sombong dan tidak tahu berterima kasih . Perangainya menjadi kasar. Aku telah berkunjung pada mereka, tetapi aku di hina dan diusir. Lihatlah nasib mereka. Kaulah yang paling beruntung, karena kenikmatan duniawi tidak mencengkram hatimu. Seiring dengan perkataannya, Malaikatpun sirna dari hadapan si Buta.
Tiba-tiba datanglah kedua sahabatnya sambil meraung-raung menyesali nasib mereka. Mereka telah kembali menjadi si Belang yang lusuh dan si botak yang miskin. Tidak sehelaipun rambut tumbuh dikepalanya si Botak. Sambil memeluk keduanya si Buta hanya bisa menghibur, sudahlah minta ampun dan bertaubatlah kepada Allah. Allah pasti berkenan dan membuka pintu maaf-Nya. Semua kekayaan, kesejahteraan, karunia, adalah milik Allah. Kita tidak punya hak apa apa kecuali atas idzin Allah .”
Mereka adalah tiga sahabat yang diberi cobaan oleh Allah dalam hidupnya, si Botak, si Belang, dan si Buta, menjadi julukan meraka. Banyak orang yang mencibir bahkan membuang muka bila berpapasan dengan mereka. Anak anak kecil yang nakal sering mengolok-ngolok bahkan melempari batu kepada mereka. Masyarakat disitu memang tidak ambil peduli dengan perlakuan anak nakal itu, karena mereka mengganggap ketiga pemuda itu memang pantas diperlakukan seperti itu.
Namun Allah tetap sayang pada mereka. Buktinya mereka tetap bertahan hidup, tetap mendapat makanan walaupun tidak memadai. Bahkan Allah senang melihat mereka, dalam keadaan kurang beruntung, mereka tetap mempertahankan keimanannya. Hingga suatu ketika Allah hendak menguji keimanan mereka.
Diutuslah seorang malaikat yang berubah wujud menjadi seorang laki-laki yang tampan, mendatangi rumah si Belang. Sungguh terkejut si Belang, ia terpesona melihat tamunya itu. Si Belang mempersilahkan tamunya masuk. Di dalam, mereka berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang, tamu itu menyampaikan terima kasih dan bertanya pada si Belang, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Belang spontan menjawab, aku ingin wajah dan kulit cemerlang seperti tuan, sehingga orang-orang tidak lagi jijik lagi melihatku”. Lalu tamu itu mengusap tubuh si Belang. Keajaiban pun terjadi, kulit si Belang berlahan-lahan berubah menjadi bersih cemerlang, kulitnya yang kisutpun mengencang.
Ia mencubiti badanya seolah tidak percaya dengan yang terjadi pada dirinya,”Betul! Betul! Tidak mimpi!”.
Lau apa lagi yang kau inginkan dalam hidup ini ?” tanya tamu itu lagi.
“Oh eh... mmm..aku ingin memiliki onta,” jawab si Belang dengan malu-malu.
Tamu itu lalu menepuk bahu si Belang,”Pergilah ke belakang rumahmu”. Disana telah menunggu seekor onta yang bisa kau ternakkan. Semoga Allah memberi Barokah padamu dan ontamu.
“Si Belang berlari menuju kebelakang rumahnya. Dilihatnya seekor onta yang gemuk. “Unta gemuk!...Oh perutnya, perutnya bunting. Terima kasih tuan!” dicarinya tamu itu, tapi sudah tidak ada, sebab tamu penjelmaan malaikat itu sudah menuju rumah si Botak.
Sesampainya disana, si Botak mempersilahkan masuk. Mereka pun berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang tamu itu bertanya pada si Botak, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Botak menjawab, “Andai kepalaku ini ditumbuhi rambut, betapa senangnya aku. “Lalu tamu itu mengusap kepala si Botak. Perlahan-lahan kepalanya ditumbuhi rambut helai demi helai hingga semakin lama semakin lebat. Si Botak terkesima,”Ajaib!Hebat!” ditarik-tarik rambutnya Hehehe...aku harus beli sisir nih...hihihi”
Sebelum pergi tamu itu kembali bertanya, ”Apalagi yang kau inginkan dalam hidup ini?”
Si Botak menjawab,”Aku ingin....seekor sapi yang dapat aku ternakan”
“Sekarang dengarlah apa yang berbunyi dibelakang rumahmu! Semoga Allah memberi barokah padamu dan sapimu”
Si Botak langsung menghambur kebelakang,”Horee... aku punya sapi! Horeee...sekarang aku kayaaa...” ia tidak mempedulikan tamunya yang diam-diam sudah pergi menuju rumah si Buta.
Apa yang terjadi dirumah si Buta hampir sama dengan kejadian dirumah kedua sahabatnya terdahulu. Hanya saja ketika tamu itu bertanya tentang keinginan, si Buta menjawabnya, “Aku ingin sekali Allah mengembalikan kedua mataku, sehingga aku dapat melihat indahnya pemandangan di dunia ini.”
Sang tamu mengusap mata si buta, perlahan-lahan penglihatan si Buta melihat remang-remang, makin lama makin jernih,”Sungguhkan yang terjadi ini? Mimpikah saya?”
“Allah telah mengabulkan keinginanmu. Sekarang apalagi yang kau inginkan?”
“Yang kuinginkan? Bisa melihat saja bagiku sudah merupakan suatu pemberian yang tada taranya. Tapi baiklah aku hanya ingin berternak kambing,”
“Lihatlah kebelakang rumahmu, Allah telah memberikan apa yang kau inginkan. Semoga Allah memberi barokah padamu dan kambingmu.”Lalu tamu itu menghilang begitu saja.
BABAK BARU TELAH DIMULAI.
Kehidupan si Belang, si Buta, si Botak makin membaik. Usaha mereka maju pesat. Jumlah ternak yang mereka miliki kian bertambah hingga ribuan jumlahnya. Kini mereka sudah menjadi orang terpandang. Bertahun-tahun mereka menikmati kebahagiaan. Allah pun senang melihat mereka. Kini tibalah ujian berikutnya. Allah ingin menguji seberapa tinggi keikhlasan, kejujuran, keluhuran budi dan keimanan mereka. Allah kembali mengutus malaikatnya yang mendatangi ketiga bersahabat tersebut.
Malaikat itu berubah menjadi orang tua lusuh, berkulit belang, lalu mengetuk pintu rumah si belang. Setelah pintu dibuka, orang tua renta itu memohon, “Wahai tuan yang baik. Saya lapar, sudilah kiranya tuan memberi makanan dan uang untuk meneruskan perjalanan saya ...”
Si Belang menjawab dengan kasar, “Apa? Minta makanan dan Uang? Enak saja! Aku tidak akan memberikan hartaku pada sembarang orang, apalagi orang tua belang sepertimu! Kebutuhanku masih banyak,tahu!”
“Tuan. Bukankah dulu tuan miskin dan berpenyakit seperti saya? Masih ingatkah, bahwa Allah telah menolong tuan dan memberikan rizqi hingga tuan menjadi sekarang ini?”
“Betul dulu aku memang sakit seperti kamu pak tua, tapi sekarang aku sudah sembuh dan menjadi orang terhormat. Dan semua kekayaan berasal dari warisan yang kuperoleh dari nenek moyangku. Sekarang pergilah jauh-jauh. Melihat tampangmu hanya membuat aku teringat masa lalu. Aku tak suka!”
“Baiklah, kalau memang tuan berkata dusta kepada saya bahwa semua kekayaan yang di berikan kepada tuan bukan dari Allah, maka tuan akan kembali seperti semula!”
Malaikat pergi meninggalkan si Belang menuju rumah si Botak. Ia berubah wujud menjadi orang tua lusuh berkepala botak. Lalu ia merintih-rintih di depan pintu pagar rumah si Botak. “Tuan, saya lapar sekali, kepala saya pusing. Kasihinilah saya”
“Hei, kepalamu pusing bukan karena belum makan, tapi karena tak berambut. Aku tidak punya makanan untuk orang sepertimu! Masih banyak kebutuhan yang belum aku penuhi!”
“Tuan. Kata orang, dulu anda tak berambut dan miskin seperti saya, mengapa Tuan lupa akan nikmat yang telah dianugrahkan oleh Allah?”
“Hahaha... betul! Dulu aku memang botak. Aku bisa sembuh seperti sekarang karena rajin mengolesi kepalaku dengan berbagai ramuan obat, dan aku bisa kaya karena aku seorang pewaris tunggal keluargaku!”
“Baiklah. Kalau memang tuan tidak menyakini kebesaran Allah, maka Tuan akan kembali seperti semula!”
“Sungguh kasihan kau orang tua. Kalau kau anggap kesembuhan dan kekayaanku ini dari Allah. Mengapa kau tidak minta saja dari Allah?Nyatanya, kau tetap miskin dan Botak sampai tua!”
Pengemis botak itu lalu pergi dan berubah wujud menjadi orang tua yang buta. Sesampainya disana, ”Wahai Tuan. Bolehkah saya menumpang istirahat sebentar? Saya lelah sekali. Tongkat saya menyentuh pagar rumah anda saya pikir di dekatnya tentu ada rumah.”
“Ah tentu saja pak. Mari! Mari! Kubimbing anda menuju ruang tamu.” Si buta mendudukkan Tamu itu di sofa, lalu melanjutkan pembicaraannya.”Pak, tahukah bapak bahwa akupun dulu buta seperti bapak. Namun Allah telah memberi karunia kepadaku. Aku bisa melihat, rupaku tampan, kekayaanku melimpah, keluargaku hidup sejahtera. Itu berkat doa seseorang yang tak aku kenal yang pernah mengunjungiku . Aku dulu tidak punya apa apa. Setiap melihat nasib dan kekayaanku, aku selalu ingat bahwa semua itu adalah pemberian Allah. Aku lebih senang bila aku dapat membagikan sebagian kebahagiaanku pada orang yang kurang beruntung seperti bapak.”
“Dengarlah wahai Tuan yang baik hati. Bahwa orang yang dulu mengunjungi mendoakan Tuan adalah saya. Saya adalah Malaikat utusan Allah. Berbahagialah engkau! Kau telah lulus ujian dari Allah. Hanya yang berperasaan halus dan berbudi sesamanya yang dapat merasakan kehadiran Allah dikehidupannya. Tidak seperti kedua sahabatmu yang mengingkari kenikmatan dan kesenangan yang telah diberikan Allah. Mereka menjadi kikir dan sombong dan tidak tahu berterima kasih . Perangainya menjadi kasar. Aku telah berkunjung pada mereka, tetapi aku di hina dan diusir. Lihatlah nasib mereka. Kaulah yang paling beruntung, karena kenikmatan duniawi tidak mencengkram hatimu. Seiring dengan perkataannya, Malaikatpun sirna dari hadapan si Buta.
Tiba-tiba datanglah kedua sahabatnya sambil meraung-raung menyesali nasib mereka. Mereka telah kembali menjadi si Belang yang lusuh dan si botak yang miskin. Tidak sehelaipun rambut tumbuh dikepalanya si Botak. Sambil memeluk keduanya si Buta hanya bisa menghibur, sudahlah minta ampun dan bertaubatlah kepada Allah. Allah pasti berkenan dan membuka pintu maaf-Nya. Semua kekayaan, kesejahteraan, karunia, adalah milik Allah. Kita tidak punya hak apa apa kecuali atas idzin Allah .”