selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com - selamat datang di masjack78.blogspot.com

Sempalan Agama

GERAKAN SEMPALAN AGAMA
DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
( Oleh : Joko Santoso, S.PdI. M.SI)

1.  MAKNA GERAKAN SEMPALAN
Istilah "gerakan sempalan" beberapa tahun terakhir ini menjadi populer di Indonesia sebagai sebutan untuk berbagai gerakan atau aliran agama yang dianggap "aneh", alias menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Istilah ini, agaknya, terjemahan dari kata "sekte" atau "sektarian", kata yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti protes terhadap dan pemisahan diri dari mayoritas,
sikap eksklusif, pendirian tegas tetapi kaku, klaim monopoli atas kebenaran, dan fanatisme.
Di Indonesia ada kecenderungan untuk melihat gerakan sempalan terutama sebagai ancaman terhadap stabilitas dan keamanan dan untuk segera melarangnya. Karena itu, sulit membedakan gerakan sempalan dengan gerakan terlarang atau gerakan oposisi politik. Hampir semua aliran, faham dan gerakan yang pernah dicap "sempalan", ternyata memang telah dilarang atau sekurang-kurangnya diharamkan oleh Majelis Ulama. Beberapa contoh yang terkenal adalah: Islam Jamaah, Ahmadiyah Qadian, DI/TII, Mujahidin'nya Warsidi (Lampung), Syi'ah, Baha'i, "Inkarus Sunnah", Darul Arqam (Malaysia), Jamaah Imran, gerakan Usroh, aliran-aliran tasawwuf berfaham wahdatul wujud, Tarekat Mufarridiyah, dan gerakan Bantaqiyah (Aceh).
Serangkaian aliran dan kelompok ini, kelihatannya, sangat beranekaragam. Apakah ada kesamaan antara semua gerakan ini? Dan apa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gerakan-gerakan tersebut? Tanpa pretensi memberikan jawaban tuntas atas pertanyaan ini, makalah ini berusaha menyoroti gerakan sempalan dari sudut
pandang sosiologi agama.

2.  TOPIK PEMBAHASAN
Pada masa pasca era reformasi di Indonesia saat ini banyak sekali bermunculan gerakan sempalan agama. Hal ini disebabkan dari krisis kehidupan, baik dari dimensi ekonomi, politik maupun sosial. Fenomena seperti itu sering menimbulkan ketegangan-ketegangan di kalangan masyarakat, itu semua disebabkan karena sebagian masyarakat mempertanyakan dimensi spiritual baru yang dipandang oleh individu maupun kelompok tersebut memiliki kearifan bahkan melebihi arus utama (agama induknya). Apalagi hal ketegangan tersebut dibarengi dengan adanya fatwa larangan dan ajaran sesat dari lembaga keagamaan.
Sebenarnya aliran sempalan dalam agama apabila dilihat dari perspektif sejarah sudah terjadi sejak abad ke-16 hingga abad ke-19. Hanya saja faktor penyebabnya berbeda apabila dibandingkan dengan yang terjadi di masa sekarang ini. Pada masa lalu aliran sempalan terjadi karena adanya muatan politis, yaitu pembedaan antara ulama bangsawan dan ulama non bangsawan. Akibatnya ulama dari kalangan non bangsawan terpinggirkan secara politis karena kekuasaan. Dan hal inilah yang menyebabkan kelompok yang terpinggirkan ini membuat koloni baru dan akhirnya dicap oleh penguasa saat itu sebagai sempalan. Sedangkan dalam masa sekarang ini aliran sempalan lebih menafikan Nabi Muhammad SAW dengan mengubah mengubah pakem salat, mengaku sebagia Nabi baru dan sebagainya. Dalam kajian ini akan terpaparkan penyebab terjadinya sempalan dan pembangkangan agama dilihat dari perspektif sejarah politik maupun secara perennial.

3.  MATERI PEMBAHASAN
Dari uraian Hermanu Joebagio dalam Millat Vol. VII, No. 2, Februari 2008 yang membicarakan tentang Gerakan Sempalan Agama dalam Perspektif Sejarah, bahwasanya sempalan-sempalan agama di Indonesia lahir dalam 3 kurun waktu yaitu : 
1.      Sempalan Agama pada Era Kolonialisme
a.   Penyebab munculnya sempalan agama pada era Kololialisme
-  Karena Islam saat itu digunakan sebagai alat untuk meraih legitimasi politik dari lingkungan ulama dan basis massanya.
-  Karena Islam digunakan sebagai alat politik untuk membangun kekuasaan absolut yang sentralitas.
-  Adanya kebijakan politik tanah perdikan terhadap ulama Mataram yang mengandung arti ganda, yaitu sebagia politik pengurungan / alat perdamaian serta menempatkan manunggaling kawulo-gusti sebagai kekuatan Ilahiyah.  Sehingga dalam kehidupan mengalami kebuntuan karena adanya perubahan struktur ekonomi dan politik yang menekan kehidupan seseorang, yang pada akhirnya banyak penyusuran jalan keagamaan secara mistikal yang kemudian berubah menjadi komunitas yang disebut tarekat/aliran sempalan.
b.   Aliran-aliran sempalan yang muncul
Aliran Syekh Siti Jenar, Syekh Amongrogo, Ki Bebeluk, KH. Ahmad Mutamakin dll.


c.   Akibat yang terjadi
-  Tuduhan terhadap Syekh Siti Jenar, Syekh Amongrogo, Ki Bebeluk, KH. Ahmad Mutamakin dll, yang mengajarkan aliran sesat adalah nuansa politik, dan fenomena itu tidak dalam konteks tipologi sekte atau aliran sempalan.
-  Tekanan-tekanan elit politik terhadap komunitas keagamaan merupakan sebuah ketakutan yang justru memaksa mereka menempatkan diri sebagai oposisi.  

2.      Sempalan Agama pada Era Orde Lama dan Orde Baru
a.   Penyebab munculnya sempalan agama pada era Orde Lama dan Orde Baru
-  Sikap keras pemerintah terhadap Islam Ideologi, terutama jika pemeluknya berseberangan  dengan arus utama politik Pemerintah.
-  Tekanan-tekanan internal dan global terhadap umat muslim.
b.  Aliran-aliran sempalan yang muncul
-  Munculnya Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) pada tahun 1967
-  Munculnya Komite Solidaritas Dunia Islam (KSDI) pada tahun 1990.
c.   Akibat yang terjadi
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru tipologi sekte atau aliran sempalan tidak mencuat ke permukaan, namun yang mengerucut adalah pergulatan antara ideologi Islam dan kekuatan global.

3.      Sempalam Agama pada Era Reformasi
a.   Penyebab munculnya sempalan agama pada Era Reformasi
-  Perubahan politik negara yang sedang membuka lorong demokrasi sehingga aliran sempalan memanfaatkan perubahan tersebut.
-  Terdapat kekuatan politik yang mapan yang ingin membangun kehidupan politik yang plural.
b.  Aliran-aliran yang muncul
-  Tipologi Moderat
-  Literal yang bernuansa Fundamentalis (menentang kekuatan global yang kapitalis)
-  Aliran Sempalan seperti : Ahmadiyah, Salamullah, Isa Bugis, Baha’i, Salat dua bahasa, Madi di Palu, Al-Quran suci, al-Qiyadah al Islamiyah).
c.   Akibat yang terjadi
-  Aliran sempalan memilih melepaskan diri dari aktifitas politik dengan maksud tidak mengganggu politik pemerintah dengan bentuk keragaman guna menepis isu-isu militanisme.
-  Kelompok literal menentang eksistensi aliran sempalan dan menyebutnya sebagai aliran sesat.
-  Adanya fatwa dari Pemimpin Agama yang menyatakan aliran sempalan merupakan ajaran sesat sehingga seakan-akan menjadi terdakwa dan teradili oleh masyarakat. Sehingga terjadilah penghakiman massa terhadap aliran tersebut, padahal masih dimungkinkan terdapat lorong-lorong untuk dikonversikan dalam paham agama arus utama (Islam).

4.  ILUSTRASI PENULIS

A. Sempalan Agama Masa Khalifah    
Sebenarnya kasus terjadinya sempalan agama Islam bukanlah hal yang baru lagi, sebab pada masa kekhalifahan sudah terjadi hal serupa. Awal mula gejala timbulnya aliran-aliran di awali saat Pemerintaha Ustman bin Affan, Ahli sejarah menggambarkan ’Ustman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu. Ia mengangkat mereka menjadi Gubernur-gubernur di daerah yang tunduk kepada kekuasaan Islam. Tindakan-tindakan politik yang dijalankan Ustman ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. [1]
Padamasa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, padamasa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah.
Perang Siffin yang di akhiri melalui tahkim (arbitrase), yakni perselisihan yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil, wasit ternyata tidak menyelesaikan masalah, kecuali menegaskan bahwa Gubernur yang makar itu mempunyai kedudukan yang setingkat dengan khalifah, dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali, yang berjumlah kira-kira 12.000 orang. [2]
Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.

B. Solusi Meminimalisir Lahirnya Gerakan Sempalan Baru
Dalam studi sosiologi agama, pola gerakan keagamaan yang mencuat saat ini mirip dengan apa yang dinamakan sebagai sekte (sempalan). Meski begitu, sesungguhnya kata sekte tak seluruhnya tepat mencerminkan pola gerakan keagamaan tersebut. Sebab sekte biasanya muncul dari sebuah tradisi agama, yang kemudian memiliki interpretasi berbeda dengan kalangan arus utama. Disinilah ketidaknyamanan penggunaan istilah sekte bagi kelompok tersebut.
Dari paparan Hermanu Joebagio tentang Gerakan Sempalan Agama Dalam Perspektif Sejarah sedikit banyak telah memberikan gambaran kepada kita mengenai aliran-aliran keagamaan yang dinyatakan sebagai aliran sempalan pada jamannya. Kalau kita telusuri ternyata penyebab munculnya aliran-aliran tersebut bukan hanya karena keterbatasan pemahaman makna keagamaan saja, namun lebih banyak dikarenakan kesalahan sebuah sistem pemegang kendali pemerintahan pada waktu itu.
Maka dari itu sungguh terlalu dini dan kurang bijak kiranya bagi kita memaknai aliran-aliran tersebut sebagai aliran sempalan yang sesat dan menyesatkan. Masih banyak jalan untuk mewujudkan universalisme nilai-nilai Islam, penindasan dan kekerasan terhadap kelompok-kelompok keagamaan tentunya dapat diminimalisasi sehingga tercipta kehidupan harmoni, baik inter maupun antar umat beragama dalam wadah sebuah bangsa.

C.  Pendapat Atau Buku Pendukung
Naif kiranya, apabila memberi simbol ”sesat” yang akibatnya berubah menjadi simbol kekerasan. Pembakaran tempat ibadah, merusak rumah, dan penyiksaan terhadap penganutnya adalah bentuk simbol kekerasan, yang secara perennial maupun dalam hak asasi manusia tidak dapat dibenarkan, karena aliran-aliran itu meyakini ”Yang Suci” dan ”Yang Satu”. [3]
Aliran seperti Lia Eden tersebut bak paku yang dipalu. Makin dibenci, dipukul dan dipinggirkan, mereka malah makin menusuk hati masyarakat sedalam mungkin. Makin dibabat, semakin menjalarlah ia. Juga saat mereka dilarang dan dianggap sesat. Pelarangan tersebut tidak akan sertamerta membuat komunitas splinter ini berkurang atau musnah. Termasuk di dalamnya cara-cara represif. Karenanya, penganut aliran ini membutuhkan penanganan khusus, melalui pendekatan pedagogis yang mampu menyaring apa yang melatar belakangi mereka hidup dan merasa nyaman berada dalam sekte tertentu. [4]

D.  Konstribusi  Keilmuan
Dari uraian Hermanu Joebagio dalam Millat Vol. VII, No. 2, Februari 2008 tentang Gerakan Sempalan Agama dalam Perspektif Sejarah, banyak sekali memberikan konstribusi keilmuan yang tentunya sangat bermanfaat bagi kita didalam menghadapi fenomena sekte keagamaan yang bermunculan saat ini. Diantara konstribusi keilmuan yang diberikan antara lain :
1.       Menjadikan kita lebih bijak dalam mensikapi fenomena sekte keagamaan.
2.       Membuka wawasan bagi kita tentang penyebab munculnya sekte agama ditinjau dari segi histori.
3.       Sebagai jalan tengah pemecahan permasalahan sekte keagamaan yang selama ini komunitas mereka selalu terpinggirkan dan terdiskreditkan sebagai kaum kafir, munafik, murtad, sesat, dajjal, musuh Islam, dan calon penghuni neraka.
4.       Memberikan kearifan kepada para pelaku sekte bahwa apapun alasan mereka dalam penyimpangan paham agama namun Arus utama paham agamalah yang merupakan sumber baku dalam keyakinan ”Yang Suci” dan ”Yang Satu”.

E.  Kelebihan Dan Kekurangan
1. Kelebihan
Disatu sisi uraian Hermanu Joebagio tersebut terdapat kelebihan-kelebihan, diantaranya peninjauan gerakan sempalan agama dari perspektif sejarah dapat dengan jelas diketahui penyebab munculnya aliran sempalan agama. Sehingga dengan mengetahui penyebab-penyebab munculnya aliran sempalan agama kita akan lebih arif dan bijaksana dalam mensikapi sempalan-sempalan agama saat ini serta cara penanganannya. Selain itu dapat pula dirumuskan sebuah kebijakan untuk mengantisipasi muunculnya aliran sempalan agama yang baru.


 2. Kekurangan
Sedang disisi yang lain uraian Hermanu Joebagio juga terdapat kekurangan-kekurangan, diantaranya peninjauan keilmuan hanya dari perspektif sejarah saja tanpa menyinggung bentuk penyimpangan dari aliran sempalan tersebut. Sehingga lebih menganggap munculnya aliran sempalan tersebut merupakan sebuah kewajaran  dan lebih memberikan angin segar pada penganutnya, apalagi apabila ditelaah oleh penganut aliran sempalan yang keyakinannya mendarah mendaging seolah mereka mendapat sebuah dukungan dan perlindungan sehingga terasa sangat sulit mengembalikan mereka pada arus utama paham agama.

4.  PENUTUP
Sejauh pengamatan kita, gerakan sempalan Islam di Indonesia biasanya tidak muncul di tengah-tengah kalangan umat, tetapi di pinggirannya. Sebagiannya mungkin bisa dilihat sebagai aspek dari proses pengislaman yang sudah mulai berlangsung enam atau tujuh abad yang lalu dan masih terus berlangsung.
Sebagian juga (terutama gerakan yang "radikal") bisa dilihat sebagai "komentar" terhadap ortodoksi yang telah ada, dengan usul koreksi terhadap hal-hal yang dianggapnya kurang memadai. Selama dialog antara ortodoksi dan gerakan sempalan masih bisa berlangsung, fenomena ini mempunyai fungsi positif. Terputusnya komunikasi dan semakin terasingnya gerakan sempalan tadi mengandung bahaya. Kalau ortodoksi tidak responsif dan komunikatif lagi dan hanya bereaksi dengan melarang-larang (atau dengan diam saja), ortodoksi sendiri merupakan salah satu sebab penyimpangan "ekstrim" ini.
Terlepas dari hubungan ortodoksi dengan umat "pinggiran", aliran-aliran agama mempunyai suatu fungsi sosial yang cukup penting untuk para penganutnya, yaitu sebagai pengganti ikatan keluarga dan pemberi perlindungan dan keamanan psikologis-
spiritual. Peran ini tidak dapat dimainkan oleh organisasi agama besar, justeru karena yang diperlukan adalah hubungan intim dalam sebuah komunitas yang terpisah dari masyarakat/umat yang luas.

( Review Millah Vol. VII, No. 2, Februari 2008 : Hermanu Joebagio)


[1]. Harun Nasution . Teologi Islam, ( Jakarta: UI-PRESS, 1972), hal. 4.
[2]. Ali Mufrodi . Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, ( Surabaya: Logos Wacana Ilmu, 1996), hal. 66.
[3].  Budhy Munawar-Rachman. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Grafindo Persada,2004), hal. 103
[4].  Tedi Kholiludin. Perspektif Sosiologis Sekte Lia Eden, (www.suaramerdeka.com,) 10 February 2010,  6:35:32 PM.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufrodi. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, Logos Wacana Ilmu, Surabaya, 1996.
Budhy Munawar-Rachman. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Harun Nasution . Teologi Islam, UI-PRESS, Jakarta, 1972.
Hermanu Joebagio, Gerakan Sempalan Agama Dalam Perspektif Sejarah, Millah Vol. VII, No. 2, Yogyakarta, 2008.
 Tedi Kholiludin. Perspektif  Sosiologis Sekte Lia Eden, www.suaramerdeka.com, 2010.